by: Nova Sarva & Pambuka
Epidose 1: Perkenalan
Wei Wei Mahasiswa pertukaran pelajar dari Cina melangkah masuk ke Perpustakaan Pusat di UGM, salah satu Universitas terbaik di Negeri ini. Gadis berkulit putih, bermata sipit dengan rambut tergerai sebahu itu, baru dua hari di UGM. Beberapa teman baru sudah diperolehnya. Namun, terkadang beberapa hal masih dilakukan sendirian. Seperti halnya di China, Wei-wei sering mangkal di perpustaskaan kampus. Kebiasaan ini juga dibawa ketika pertukaran mahasiswa di UGM. Malam itu, akhir pekan terakhir di bulan Oktober, Wei-wei ke perpustakaan kampus. Ada tugas mencari bahan riset yg amat sulit dari Prof. Tony, dosen barunya.
Di mata Wei-wei, Prof. Tony dosen yang cerdas. Dalam usia muda, sudah memperoleh gelar profesor, dengan banyak penelitian dan paten. H-indeks di Scopusnya tinggi, apalagi di Google Scholar. Jejaring risetnya lengkap dari 5 benua. Mahasiswa banyak yang antri menjadi bimbingannya. Menjadi bimbingan Prof. Tony juga berarti mendapatkan jejaring yang luas. Namun, mahasiswa bimbingannya harus siap dengan sikap perfeksionisnya. Sekilas, Wei-wei kagum dengan Prof. Tony.
Prof. Tony memberi tugas mahasiswa membuat prototipe “Demo Aplikasi Game Online” Wei wei merasa ini adalah tugas tersulit. Dia agak bingung untuk memilih buku mana yang akan dibaca. Dia mondar mandir di sekitar rak buku-buku komputer. Maman pustakawan senior dan paling disegani di kampus memperhatikan Wei Wei dari kejauhan.
Pelan-pelan dia menuju ke arah Wei Wei
“Ni hao”, Maman menyapa.
Wei wei menoleh ke samping. Dadanya berdesir. Gugup, dan sejenak tak ada kata terucap. Di samping Wei-wei berdiri laki-laki, yang seolah dikenalnya. Wajahnya mirip seperti pacarnya yang saat ini dia tinggal di China. Tinggi, putih, rambut sisir tengah, berbaju rapi. Pada name tag yang terpasang di dada kirinya, tertulis: “Maman/Librarian”. Wei-wei pun sadar, yang berdiri di hadapannya seorang pustakawan.
“Ni hao”, kata yang begitu fasih diucapkan lelaki itu pun, dijawab Wei-wei.
“You yixie wo keyi bangzhu?”, lelaki itu melanjutkan sapaannya.
Senenak Wei Wei terperanga, tidak menyangka Maman bisa bahasa Mandarin.
“Wo De Mingzi shi Wei wei”, Wei-wei menyambut komunikasi Maman.
Maman tersenyum. “Maaf saya hanya bisa sedikit Mandarin, Wei Wei namamu?”
Wei wei mengangguk.
“Ada yg bisa saya bantu?”
Wei wei menatap ragu sejenak. Kemudian dia berkata, “Saya ada tugas kuliah ilmu komputer tapi bingung buku mana yg harus saya baca”
Maman terdiam sejenak. Sedikit kaget, perempuan cantik di hadapannya begitu fasih berbahasa Indonesia. Sedikit kesalahan aksen, wajar. Namun terasa jelas didengar.
“Waw, Bahasa Indonesia mu sangat lancar sekali. Padahal baru 2 hari di Indonesia”.
“Sebelum ke Indonesia, saya belajar budaya dan bahasa Indonesia. Saya tahu beberapa tempat wisata dan beberapa nama tari di Jogjakarta. Gua Pindul, Pantai Nglambor, sampai Green Village di Gunungkidul. Atau Tari gambyong dan lainnya”.
“Luar biasa… Semoga bukan hanya tahu, suatu saat kamu harus melihatnya langsung”. Maman, sebagai pustakawan sekaligus memromosikan tempat wisata di Indonesia.
“Oia, ilmu komputer… untuk dasar kamu bisa coba baca buku “Introduction to Modern Computer Programming”, yang ditulis oleh John Naisbit. Atau, untuk online app, kamu bisa baca buku ini”. Maman menyodorkan buku bersampul hardcover, terbitan penerbit terkenal di Amerika.
Wei-wei meraih buku itu, dia lihat sampulnya. Kaget. Ada yang menjadi fokusnya di cover itu. “by Tony Andrianto”. “Tony Andrianto?”, Wei-wei melafalkan nama itu. Maman jelas mendengar dan melihat Wei-wei bertanya-tanya.
Wei wei bertanya pada Maman “Kamu tau Prof. Tony Andrianto?”
Maman mengangguk “Siapa yg tidak kenal Prof. Tony. Dulu beliau adalah mantan siswa teladan penerima beasiswa dari Swiss Federal Intitute of Technology Zurich Satu2nya dari Kampus kita”
Mata Wei wei bersinar kagum. “Wow sangat mengesankan”
Wei wei melihat jam tangan, waktu sudah pukul 7 malam. “Hmm,sepertinya saya harus pulang dan pinjam buku-buku ini, bagaimana saya bisa pinjam?
Maman “Silakan mari saya bantu, ke meja sirkulasi”
Maman dan Wei-wei menuju meja sirkulasi. Mereka berjalan menyusuri lorong, dan lewat di sela-sela rak buku. Terbuat dari kayu, dan begitu kokoh menyangga buku tebal koleksi perpusakaan. Mata Wei-wei menyapu suasana.
Masih ada mahasiswa yang sibuk dengan laptop, buku, diskusi, atau sekedar bersantai di ruangan itu. Berbagai hiasan juga ada di perpusakaan itu. Ada lukisan besar wajah manusia. Wei-wei memandanginya, tertarik dan seolah dia tahu siapa dia. “Gus Dur?”.
“Ya, itu foto Gus Dur. Salah satu tokoh bangsa kami. Pernah menjadi presiden RI, meski kemudian diturunkan. Namun sejak itu, justru namanya harum. Kamu tahu dia?. Maman menjawab sekaligus bertanya.
“Ya, Gus Dur. Saya pernah membaca biografinya lewat bukunya Benedict Richard O’Gorman Anderson. Dia luar biasa. Kamu harus bangga punya tokoh seperti Gus Dur, Maman. Kami sangat berterimakasih pada Gus Dur. Berkat beliau, saudara-saudara kami bisa merayakan tahun baru imlek di Indonesia”. Wei-wei menjawab, sekaligus menyebut nama Maman di akhirnya. Menandakan Wei-wei seorang yang supel, mudah bergaul, namun tetap menaruh hormat pada orang yang bersamanya. Bacaannya juga luas. Tidak hanya tentang komputer, namun juga budaya, juga biografi para tokoh.
###
Tiba di meja sirkulasi petugas sirkulasi bernama Yani siap-siap membereskan tasnya mau pulang. Dia kaget malihat atasannya, Maman, ke mejanya. Agak gugup dia berkata “Eh, anu Pak, saya mau..”
“Sudah kamu pulang saja, saya yg membantu mahasiswi ini”, Maman menangkap kekagetan Yani.
“Eh iya pak, maaf saya duluan”. Yani pun pergi meninggalkan atasannya itu, berdua dengan Wei-wei.
Di meja sirkulasi Maman memberikan formulir pendaftaran anggota utk diisi Wei Wei
Maman membaca biodata Wei Wei. “Guangzhou? Your hometown? Sekota dengan Jack Ma rupanya”
Wei wei mangangguk. “Iya betul. Aku kagum dan ngefans dengannyaa. Kebetulan tujuanku ke kuliah di sini adalah karena melihat beberapa artikel Jack Ma yang menyebutkan Indonesia sebagai pasar ritel online terbesar. Terus terang aku penasaran.”. Beberapa istilah kekinian di ucapkan Wei-wei, bukti bahwa benar-benar dia memahami budaya Indonesia, termasuk budaya pop-nya.
“Oo begitu rupanya, ini bukunya jangan sampai terlambat kembalikan ya”
Wei wei menerima buku dari Maman “Xie xie, maaf saya pulang dulu”.
###
Wei-wei menuju ke pintu keluar. Membuka pintu, kemudian ke halaman perpustakaan. Sebuah handphone dia keluarkan. Tampak dari merk Mi yang tertempel di handhpone, bisa dilihat negara produsennya. Wei-wei begitu mencintai produk negerinya. Sebuah taksi online dipesan melalui handphone tersebut.
Sambil menunggu taksi, dia melihat perpustakaan dari luar. Memang tidak sebesar dan semegah The Tianjin Binhai Public Library. Pada artikel yang pernah dibacanya di Hipwee, tertulis testimoni “masih nanggung kerennya”. Apalagi teknologinya. Tentunya jauh. Namun Wei-wei melihat ada aura “kepustakawanan” klasik yang begitu terasa. Hubungan antara pustakawan dan pemustaka begitu istimewa, serta kultur timur yang begitu eksotis. Sesuatu yang sulit ditemukan di negaranya. Kecuali satu yang disesalkan Wei-wei: Yani, petugas sirkulasi yang mendahului pulang, dan membiarkan atasannya melayaninya. Namun dari situ, muncul kekaguman pada Maman. Seorang atasan yang mau melakukan pekerjaan rutin yang ditinggalkan stafnya.
Sebuah mobil mendekat. Setelah memastikan nomor platnya sama dengan yang tertulis di aplikasi, Wei-wei membuka pintu, dan masuk. Tujuannya jelas. Menuju dormitory mahasiswa asing yang sudah disiapkan kampus. Selain istirahat, dia ingin membuka buku yang baru saja dipinjamnya. Plus satu buku tulisan Prof. Tony, yang sebenarnya belum dia butuhkan. Nama Prof. Tony-lah yang membuat dia harus meminjam buku itu.
Selepas mandi dan istirahat, Wei Wei membuka lembar buku Prof. Tony. “Internet of Thing untuk Kemanusiaan. Wei Wei mencatat beberapa kalimat. Semakin dibaca semakin kagum karena Prof. Tony yg dikenalnya selama ini ternyata punya perhatian begitu besar utk misi kemanusiaan.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 02.00 malam. Buku setebal 200 halaman itu slsai dibaca Wei Wei. Wei wei kaget karena belum sempat tidur padahal besok pagi ada kuliah Prof. Tony. Keesokan harinya Wei Wei kuliah di kampus MIPA. Matakukiah “Algoritma Master Science” pengajar Prof. Tony. Di tengah perkuliahan beberapa kali Wei Wei menguap. Hal ini tak luput dilihat Prof. Tony. Wei Wei tidak tahan dan tertidur di kursinya. “Saya sangat tidak suka ada mahasiswa tidur saat kuliah saya!!!”, Prot. Tony berkata dengan nada tinggi.
Andi berusaha membangunkan Wei Wei “Sst sst bangun.”
Wei wei bangun dan kaget Prof. Tony ada di sebalahnya dengan wajah penuh amarah
Bersambung