Senin pagi tepatnya 21 Desember 2015, diadakan seminar dan bedah buku dengan tema “Good Governance in Question dalam Pegelolaan Perpustakaan Tinggi di Indonesia” yang bertempat di Covention Hall Lantai 2 Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Seminar ini sekaligus juga bedah buku karangan Dr. Nurdin Laugu dengan judul “Representasi Kuasa Dalam Pengelolaan Perpustakaan“. Narasumber dalam seminar merupakan pakar dibidangnya, Drs. Ida Fajar Priyanto, MA, Ph.D., Dr. Nurdin Laugu, S.Ag., SS, MA., dan Ro’fah, MA., Ph.D., dengan moderator Wiji Suwarno, S.Ag., S.IP., M.IP.
Seminar dan bedah buku dengan tema “Good Governance in Question dalam Pegelolaan Perpustakaan Tinggi di Indonesia” dilatarbelakangi oleh kegelisahan penulis terhadap tingkat keberdayaan pustakawan terhadap penambahan dan peningkatan pelayanan terkait kemampuan yang ada dalam dirinya, agar bisa lebih dieksplorasi, sehingga dapat membangun perpustakaan ke arah yang lebih berdaya, dengan melakukan penelitian-penelitian perpustakaan sebagai upaya konstruksi kajian-kajian kritis/positivisme.
Pembicara pada acara seminar ini sekaligus pembedah buku, Drs. Ida Fajar Priyanto, MA, Ph.D. menyampaikan bahasan dalam buku tersebut lebih ke arah “koleksi centric”, serta tentang manajerial. Namun pada perkembangan perpustakaan di dunia sudah memasuki generasi 5, yaitu makerspace. Makerspace berarti perpustakaan sebagai media untuk problem solving dan menciptakan karya. Misalnya mahasiswa dapat memperbaiki hp, laptop atau membuat rekayasa hardware dan aplikasi di perpustakaan. Dijelaskan juga perlunya pengembangan pustakawan ke arah peningkatan softskill, dimana kemampuan yang ditambah meliputi kemampuan melobi, personal branding dll. Tentang Makerspace, silakan buka klik dan klik.
Memberikan komentar merupakan pilihan pembicara kedua Ro’fah, MA., Ph.D. Beliau menyampaikan kegelisahan penulis tentang ketidakberdayaan posisi pustakawan terhadap konstestasi kuasa. Perpustakaan bukanlah sebuah entitas yang netral, apolitik dan bukan sesuatu yang tanpa ideologi. Perpustakaan merupakan bagian konstestasi kuasa dari aktor yang terlibat meliputi pimpinan perpustakaan, pimpinan lembaga yang membawahi perpustakaan dan pedagang buku. Perpustakaan juga sebagai situs ideologi di mana juga akan melahirkan sebuah mekanisme untuk mempertahankan, menggugat status quo atau memperoleh posisi yang dominan. Pustakawan juga harus menjadi aktor yang mempuyai politik stand atau posisi secara politis dalam mempengaruhi dalam kebijakan pengembangan perpustakaan. (BW)