Oleh: Desy Natalia Anggorowati
Bedah buku “Bangga Menjadi Pustakawan” diadakan di R. Treatikal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada hari Rabu (30/12), pukul 08.30 – 11.30 WIB. Acara ini dhadiri oleh Blasius Sudarsono seorang pemerhati perpustakaan, Wiji Suwarno, M.Hum (Kepala Perpustakaan IAIN Salatiga dan seorang penulis), serta Moh. Mursyid (Pengurus Kelas Menulis Pustakawan DIY) serta beberapa pengurus Kelas Menulis Pustakawan. Selain itu juga dihadiri oleh para kontributor buku “Bangga Menjadi Pustakawan”, Pustakawan Sekolah/ Perguruan Tinggi, serta para mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan dari beberapa daerah.
Acara bedah buku dimoderatori oleh Teguh Prasetyo Utomo, dimulai engan menyampaikan curricullum vitae para narasumber. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan narasumber, adapun narasumber yang pertama adalah Moh. Mursyid. Mursyid menyampaikan garis besar terbentuknya Kelompok Menulis Pustakawan (KMP) dilanjutkan dengan penyampaiaan arti sampul buku “Bangga Menjadi Pustakawan” yang melambangkan kreativitas, di mana seorang pustakawan harus mempunyai personal branding, yang salah satunya dengan menulis. Walaupun kemampuan dalam menulis setiap orang berbeda beda, namun harus digali dan dibiasakan. Nah di sini Kelompok Menulis Pustakawan (KMP) memfasilitasinya. Buku “Bangga menjadi Pustakawan” merupakan buku perdana hasil Kelompok Menulis Pustakawan. Peluang pustakawan dalam menghasilkan tulisan sangatlah terbuka lebar karena di toko-toko buku masih sedikit buku-buku yang membahas tentang perpustakaan.
Narsumber kedua, Wiji Suwarno, M. Hum mengulas bagian besar buku “Bangga Menjadi Pustakawan” ini. Beliau menambahkan seharusnya judul buku tersebut adalah “Harus Bangga Menjadi Pustakawan”. Mengapa? karena selama ini pustakawan minder, adanya pengkotakan pustakawan negeri versus pustakawan swasta, pembedaan pustakawan junior versus senior serta masih sedikitnya jumlah penulis dari unsur pustakawan. Maka di sinilah peluang dan tantanganya. Beliau juga menceritakan pengalamannya sewaktu studi banding di perpustakaan India dan Australia, di mana pustakawan di negara tersebut mempunyai personal branding yang bagus dan eksistensinya diakui karena mempunyai kemampuan mengajar beberapa matakuliah yang berhubungan dengan perpustakaan, diantaranya metode penulisan. Bahkan dosen justru belajar kepada seorang pustakawan. “I am Librarian” seharusnya dapat menghadirkan motivasi, dapat meng-upgrade kemampuan, dapat berinovasi serta komunikatif dan empati. Agar seorang pustakawan membanggakan, maka seharusnya seorang pustakawan terus membangun kepercayaan diri, mengembangkan kompetensinya, menulis untuk berbagi pengetahuan, berkolaborasi dengan profesi lain, menjadi anggota profesi, serta harus SMART (Success, Memorable, Active, Responsive, Tengible). Beliau menutup pemaparannya dengan ekspektasi semoga buku ini menginspirasi pustakawan yang lain untuk beride dan terbangun self estem-nya.
Selanjutnya pemaparan narasumber ketiga adalah Bapak Blasius Sudarsono yang juga penulis kata pengantar pada buku ini. Beliau mengawali pemaparannya dengan menyampaikan pertanyaan, “Siapa sebenarnya pustakawan itu, dari mana dan akan kemana arah perjalanannya?” Dengan memahami jawaban pertanyaan tersebut sorang pustakawan akan dapat melakukan tugasnya dengan sepenuh hati. Beliau berharap berbagai buku berisi pendapat pribadi dari pustakawan lain dapat menyusul, dan sayang jika pendapat pribadi itu hanya tertulis di blog atau hanya tertulis di media sosial lainnya. .
Demikian sedikit tulisan dari yang masih belajar ini, semoga bermanfaat dan semoga tetap ingin berkembang terus…dan menjadi bermanfaat. Amin. (Desy)