Oleh: Roh Wahyu Widayati
Salam,
Tiada hari yang tak berarti bagi perjalanan hidup setiap insan manusia. Dan Hari Rabu tanggal 30 Desember 2015 menjadi hari yang memiliki arti bagi diri saya. Pada hari ini begawan kepustakawanan Indonesia Blasius Sudarsono, Kepala Perpustakaan UIN Salatiga Wiji Suwarno, Moh. Mursyid (penulis), para pustakawan, mahasiswa ilmu perpustakaan, tenaga perpustakaan dan pemerhati perpustakaan berkumpul, bersilaturahmi, mengupas tuntas dan berdiskusi mengenai isi buku Bangga Menjadi Pustakawan, karya Agung Nugrohoadhi dkk.
Menjadi berarti bagi saya, karena saya adalah salah satu kontributor dalam buku tersebut. Berarti bagi saya karena ada kesempatan untuk belajar menulis dan karya sederhana saya di dokumentasi menjadi satu buku kolaborasi. Buku yang di dalamnya sarat dengan makna dan harapan-harapan mulia dari seorang pustakawan. Ada cahaya dan titik cerah di sana.(insya Alloh).
Buku Bangga Menjadi Pustakawan lahir atas inisiasi Komunitas Menulis Pustakawan. Komunitas Menulis Pustakawan adalah sebuah grup tertutup dalam media sosial facebook dengan empat orang admin yang kemudian menjadi editor dalam buku ini, yaitu Muh Mursyid, Yuni Nurjanah, Tri Hardiningtyas dan Noorika Retno Widuri. Ingin mengetahui siapa keempat editor ini? Silahkan baca buku Bangga Menjadi Pustakawan.
Muh Mursyid adalah mentor menulis saya, yang saya mengenalnya melalui media sosial facebook. Beliaulah yang memberi support, semangat dan membuka celah-celah dalam pikiran saya bagaimana saya harus menemukan dan mengelola ide tulisan. Insya Alloh beliau bayarannya sangat mahal dan mulia, yaitu amal jariyah, itu yang bisa saya tangkap dari beliau dalam setiap kami berkomunikasi melalui chat di facebook. Mahal karena orang-orang seperti ini semakin langka, beliau membimbing karena termotivasi supaya orang lain menjadi terliterasi, tidak tergiur akan kompensasi material dan kompensasi point-point angka kredit, karena beliau tidak memiliki jabatan fungsional pustakawan.
Buku Bangga Menjadi Pustakawan adalah buku kolaborasi kedua saya dengan beliau setelah buku yang pertama dengan judul Guru Sahabat Anak : inspirasi menjadi guru yang menyenangkan. Tulisan saya dalam buku ini berjudul Menggapai Empat Ranah Kecerdasan Bersama Guru dan Pustakawan . Buku pertama ini juga lahir dari jalinan komunikasi dan silaturahmi dalam media sosial facebook.
Buku Bangga Menjadi Pustakawan
Awal ketika saya mendapatkan informasi akan dibuat buku ini, muncul dalam benak dan pikiran saya, apa yang bisa dan dapat saya banggakan dan dibagikan dalam bentuk tulisan dari profesi pustakawan. Ada pertanyaan dalam diri, apakah saya bangga dengan profesi ini. Dengan chat di facebook saya mencoba menghubungi beberapa teman pustakawan UGM untuk ikut berkontribusi dalam karya ini, dan jawaban mereka hampir sama dengan apa yang ada dalam pikiran saya, bahkan salah satu teman pustakawan menjawab, “Saya belum mempunyai rasa bangga dengan profesi ini”.
Pikiran saya terus mengembara mencari jawab, apa yang bisa saya banggakan dengan profesi pustakawan. Saya bertanya dan berdiskusi dengan beberapa teman. Sebentar saya bercengkerama dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan di sana saya temukan apa arti bangga, bangga berarti besar hati, merasa gagah karena memiliki keunggulan diri. Dengan arti kata dasar bangga dalam kamus ini semakin membuat saya kebingungan akan membuat tulisan seperti apa. Keunggulan apa yang saya miliki sebagai pustakawan ? apakah iya harus saya banggakan ?.
Akhirnya pengembaraan inipun berhenti pada satu muara, saya mencoba untuk menyelesaikan kebingungan ini dengan kembali kepada hakikat penciptaaan diri saya, sehingga saya menemukan bahwa rasa bangga itu diwujudkan sebagai rasa syukur dan upaya untuk menjadi manusia sebagaimana hakikat dan makna diciptakannya manusia. Dari sini saya menemukan jawaban bahwa tak ada satupun profesi yang tujuannya adalah untuk kemaslahatan tidak layak untuk dibanggakan, begitupun profesi pustakawan.
Dari merangkum keseluruhan isi buku Bangga Menjadi Pustakawan, Blasius Sudarsono mengatakan bahwa pustakawan adalah pribadi yang memiliki, melaksanakan dan menghayati kepustakawanan. Dan kepustakawanan dibangun oleh empat pilar, yaitu panggilan hidup, semangat hidup, karya pelayanan dan karya profesional. Empat pilar ini didukung oleh lima daya utama pustakawan, yakni : berpikir, menulis, membaca, wira usaha, dan beretika. Menurut saya apa yang disampaikan Pak Blas ini bisa menjadi visi, pegangan dan pedoman dalam memaknai hakikat dari penciptaan profesi pustakawan.
Selain memaknai dan mencari hakikat penciptaan diri, rasa bangga diwujudkan sebagai bentuk rasa syukur. Noorika Retno Widuri dalam buku Bangga Menjadi Pustakawan menuliskan profesi pustakawan patut untuk disyukuri. Dari profesi ini kita mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang halal. Data BPS tahun 2014 tercatat ada 4,5 juta pengangguran muda di Indonesia atau 62 persen dari total penganggur. Profesi pustakawan jelas bukan ketegori pengangguran. Fakta ini membantu kita untuk melihat ke bawah, bahwa masih banyak orang yang kehidupannya tidak seberuntung para pustakawan.
Facebook Menguatkanku
Salah satu peserta bedah buku, seorang teacher librarian menanyakan kepada narasumber, bagaimana caranya supaya pustakawan dapat menulis, eksis dan percaya diri?. Jawaban singkat narasumber Blasius Sudarsono, “carilah teman yang saling menguatkan”. Nah buku Bangga Menjadi Pustakawan menjadi bukti bahwa di dalam media sosial facebook kita dapat mencari teman dan berjejaring untuk dapat membangun diri dan menghasilkan suatu karya. Facebook bisa memberikan solusi untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi. Facebook menjadi sarana dan media komunikasi yang cukup efisien, hal ini diungkapkan oleh Blasius Sudarsono dalam kata pengantar buku Bangga Menjadi Pustakawan.
Epilog
Memanfaatkan teknologi dengan berjejaring melalui media sosial facebook dapat menjadi langkah yang efektif untuk membangun dan mengembangkan diri. Tak selalu facebook an di tengah-tengah aktivitas kerja menjadi sesuatu yang negatif, tergantung bagaimana kita mengelola dan memanfaatkannya, ibarat sebuah pisau, citra pisau adalah positif, keberadaan pisau sangatlah vital di ruang dapur, akan tetapi manakala pisau digunakan tidak pada tempatnya dan tidak bertanggung jawab dapat mendatangkan bahaya dan kerugian. Begitupun ber- facebook an, citra facebook di sela-sela bekerja adalah negatif. Tentunya memang negatif apabila pemanfaatannya tidak bertanggung jawab, namun manakala facebook digunakan sebagai sarana komunikasi dan berjejaring yang positif, tentunya akan membawa manfaat. Buku Bangga Menjadi Pustakawan membuktikan pada diriku bahwa facebook menjadi sarana komunikasi yang telah meliterasi dan membangun diriku. Semoga berkah. Amin.
Forum Pustakawan Bergembira
Salam,
Roh Wahyu Widayati