Pada hari Kamis (24/8) diadakan seminar dan workshop dengan tema “Aplikasi Teknologi Informasi bagi layanan Difable di Perpustakaan” bertempat di UNY. Pada kesempatan tersebut, kami, Siti Hidayati dan Widayati berkesempatan mengikuti sebagai utusan Forum Pustakawan UGM. Berikut paparan singkat materi.
Menurut UU nomor 43 tahun 2007 yang dimaksud dengan perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional. Sedangkan yang dimaskud dengan pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat atau lembaga dari berbagai kalangan, termasuk para penyandang difabel.
Dalam UU nomor 43 tahun 2007 juga disebutkan bahwa masyarakat yang mempunyai cacat dan atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan / atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing. Untuk itu menurut Pak Ajiwan Arif salah satu penggiat Braille’lant Indonesia sebagai pemateri pertama dalam acara workshop ini menyatakan bahwa perpustakaan hendaknya bersifat inklusif atau ramah bagi semua kalangan terutama untuk para penyandang difabel, misalnya untuk para difabel fisik yang menggunakan kursi roda maka bangunan perpustakaan harus mempunyai bidang miring atau harus mempunyai lift bila perpustakaan mempunyai lebih dari satu lantai, kemudian untuk hal koleksi seharusnya dilengkapi dengan koleksi braile khusus untuk difabel netra.
Namun dengan adanya perkembangan teknologi koleksi braile sudah dianggap sangat konvesional dan membutuhkan banyak biaya untuk itu perlu diadakan koleksi berbentuk audio book, digital book, komputer bicara, digital talking book player. Pak Ajiwan Arif juga mengungkapkan bahwa para penyandang difabel mempunyai animo yang sama besarnya dengan masyarakat lain yang bukan penyandang difabel dalam hal memperoleh informasi, namun sayangnya di kota Yogyakarta ini perpustakaan yang menyediakan koleksi braile masih sangat minim, selain itu para pustakawan juga masih minim pengetahuannya tentang huruf braile sehingga para pemustaka difabel netra sering kesulitan bila membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai koleksi Braille, sebenarnya ini merupakan tantangan bagi kita sebagai seorang pustakawan untuk bisa belajar huruf Braille.
Dalam UU nomor 43 tahun 2007 diharapkan setiap perpustakaan harus mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Senada dengan yang disampaikan oleh bapak Ajiwan Arif bahwa perpustakaan harus bisa bersifat inklusif bagi para pemustaka terutama bagi para penyandang difabel, dalam workshop ini Bapak Heri Abi Burachman Hakim pustakawan perpustakaan ISI Yogyakarta sebagai pemateri kedua menyampaikan produk-produk teknologi informasi yang memudahkan para penyandang disabilitas dalam mengakses informasi dan mendapatkan layanan di dalam perpustakaan, yang selanjutnya bisa disebut dengan istilah teknologi asistif di perpustakaan.
Menurut Heri Abi ada beberapa perangkat lunak asistif yang dapat dikembangkan di perpustakaan dalam membantu pemustaka difabel, diantaranya :
- Screen Reader, merupakan perangkat lunak yang dapat menginformasikan objek yang ada didalam komputer kepada pengguna dalam bentuk audio.
- Screen Magnifer, merupakan perangkat lunak yang dapat memperbesar tampilan pada layar computer.
- Web Braille Translator, merupakan web yang dapat mengkonversi teks kedalam huruf Braille, yang dapat diunduh di http://www.brailletranslator.org/.
- Text-to-Speech (TTS) Software, merupakan perangkat lunak yang dapat mengkonversi teks kedalam suara
- Speech-to-Text (STT) merupakan perangkat lunak yang dapat mengkonversi suara kedalan text. Silakan unduh di https://Speechnotes.co/
- Optical Character Recognition (OCR), merupakan perangkat lunak yang dapat merubah hasil scan kedalam format text. FreeOCR merupakan salah satu perangkat lunak OCR yang bisa mengkonversi scan buku dengan OCR yang hasilnya text ke dalam bentuk audio
Perangkat keras yang dibutuhkan dalam menunjang teknologi asistif di perpustakaan diantaranya komputer, perekam suara, perangkat multimedia, Braille emborse dan scanner.
Para peserta workshop merasa sangat beruntung bisa mengikuti workshop yang diadakan IPI Yogyakarta ini karena selain memaparkan perangkat lunak yang dapat mendukung perpustakaan inklusi untuk penyandang tuna netra, Heri Abi juga membimbing peserta workshop dalam menginstal perangkat-perangkat lunak tersebut kedalam laptop peserta, sehingga peserta dapat mempraktekkannya secara langsung dan bisa menerapkannya ke perpustakaannya masing-masing terutama yang perpustakaan daerah dan perpustakaan sekolah luar biasa yang nota bene pemustakanya masyarakat luas yang mungkin penyandang disabilitas. (Siti Hidayati + Widayati)